PUISI KARYA
CHAIRIL ANWAR
AKU
BERADA KEMBALI
Aku
berada kembali. Banyak yang asing:
air
mengalir tukar warna,kapal kapal,
elang-elang
serta
mega yang tersandar pada khatulistiwa lain;
rasa
laut telah berubah dan kupunya wajah
juga
disinari matari lain.
Hanya
Kelengangan
tinggal tetap saja.
Lebih
lengang aku di kelok-kelok jalan;
lebih
lengang pula ketika berada antara
yang
mengharap dan yang melepas.
Telinga
kiri masih terpaling
ditarik
gelisah yang sebentar-sebentar
seterang
guruh
1949
AKU
Kalau
sampai waktuku
'Ku
mau tak seorang kan merayu
Tidak
juga kau
Tak
perlu sedu sedan itu
Aku
ini binatang jalang
Dari
kumpulannya terbuang
Biar
peluru menembus kulitku
Aku
tetap meradang menerjang
Luka
dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga
hilang pedih peri
Dan
aku akan lebih tidak perduli
Aku
mau hidup seribu tahun lagi
Maret 1943
CINTAKU
JAUH DI PULAU
Cintaku
jauh di pulau,
gadis
manis, sekarang iseng sendiri
Perahu
melancar, bulan memancar,
di
leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin
membantu, laut terang, tapi terasa
aku
tidak 'kan sampai padanya.
Di
air yang tenang, di angin mendayu,
di
perasaan penghabisan segala melaju
Ajal
bertakhta, sambil berkata:
"Tujukan
perahu ke pangkuanku saja,"
Amboi!
Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu
yang bersama 'kan merapuh!
Mengapa
Ajal memanggil dulu
Sebelum
sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku
jauh di pulau,
kalau
'ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946
DENGAN
MIRAT
Kamar
ini jadi sarang penghabisan
di
malam yang hilang batas
Aku
dan engkau hanya menjengkau
rakit
hitam
'Kan
terdamparkah
atau
terserah
pada
putaran hitam?
Matamu
ungu membatu
Masih
berdekapankah kami atau
mengikut
juga bayangan itu
1946
DENGAN
MIRAT
Kamar
ini jadi sarang penghabisan
di
malam yang hilang batas
Aku
dan engkau hanya menjengkau
rakit
hitam
'Kan
terdamparkah
atau
terserah
pada
putaran hitam?
Matamu
ungu membatu
Masih
berdekapankah kami atau
mengikut
juga bayangan itu
1946
DIPONEGORO
Di
masa pembangunan ini
tuan
hidup kembali
Dan
bara kagum menjadi api
Di
depan sekali tuan menanti
Tak
gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang
di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
DOA
kepada
pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam
termangu
Aku
masih menyebut namamu
Biar
susah sungguh
mengingat
Kau penuh seluruh
cayaMu
panas suci
tinggal
kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku
hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku
mengembara di negeri asing
Tuhanku
di
pintuMu aku mengetuk
aku
tidak bisa berpaling
13 November 1943
HAMPA
kepada
sri
Sepi
di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus
kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai
ke puncak. Sepi memagut,
Tak
satu kuasa melepas-renggut
Segala
menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah
ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung
punda
Sampai
binasa segala. Belum apa-apa
Udara
bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.
KARAWANG
BEKASI
Kami
yang kini terbaring antara Karawang-Bekasi
Tidak
bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Tapi
siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami
Terbayang
kami maju dan berdegap hati?
Kami
bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika
dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami
mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu
Kenang,
kenanglah kami
Kami
sudah coba apa yang kami bisa
Tapi
kerja belum selesai, belum apa-apa
Kami
sudah beri kami punya jiwa
Kerja
belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu jiwa
Kami
cuma tulang-tulang berserakan
Tapi
adalah kepunyaanmu
Kaulah
lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Ataukah
jiwa kami melayang untuk kemerdekaan, kemenangan dan harapan
Atau
tidak untuk apa-apa
Kami
tidak tahu, kami tidak bisa lagi berkata
Kami
bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika
dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang-kenanglah
kami
Menjaga
Bung Karno
Menjaga
Bung Hatta
Menjaga
Bung Syahrir
Kami
sekarang mayat
Berilah
kami arti
Berjagalah
terus di garsi batas pernyataan dan impian
Kenang-kenanglah
kami
Yang
tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Karawang-Bekasi
MAJU
Ini
barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan
tanda menyerbu.
Sekali
berarti
Sudah
itu mati.
MAJU
Bagimu
Negeri
Menyediakan
api.
Punah
di atas menghamba
Binasa
di atas ditindas
Sesungguhnya
jalan ajal baru tercapai
Jika
hidup harus merasai
Maju
Serbu
Serang
Terjang
Februari 1943
MALAM
DI PEGUNUNGAN
Aku
berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi
pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali
ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh,
ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!
1947
MALAM
Mulai
kelam
belum
buntu malam
kami
masih berjaga
--Thermopylae?-
-
jagal tidak dikenal ? -
tapi
nanti
sebelum
siang membentang
kami
sudah tenggelam hilang
Zaman
Baru,
No. 11-12
MIRAT
MUDA, CHAIRIL MUDA
Dialah,
Miratlah, ketika mereka rebah,
menatap
lama ke dalam pandangnya
coba
memisah mata yang menantang
yang
satu tajam dan jujur yang sebelah.
Ketawa
diadukannya giginya pada mulut Chairil;
dan
bertanya: Adakah, adakah
kau
selalu mesra dan aku bagimu indah?
Mirat
raba urut Chairil, raba dada
Dan
tahulah dia kini, bisa katakan
dan
tunjukkan dengan pasti di mana
menghidup
jiwa, menghembus nyawa
Liang
jiwa-nyawa saling berganti.
Dia
rapatkan
Dirinya
pada Chairil makin sehati;
hilang
secepuh segan, hilang secepuh cemas
Hiduplah
Mirat dan Chairil dengan dera,
menuntut
tinggi tidak setapak berjarak
dengan
mati
-di pegunungan 1943, ditulis 1949
NISAN
Bukan
kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu
menerima segala tiba
Tak
kutahu setinggi itu di atas debu
Dan duka maha tuan tak bertahta.
PENERIMAAN
Kalau
kau mau kuterima kau kembali
Dengan
sepenuh hati
Aku
masih tetap sendiri
Kutahu
kau bukan yang dulu lagi
Bak
kembang sari sudah terbagi
Jangan
tunduk! Tentang aku dengan berani
Kalau
kau mau kuterima kembali
Untukku
sendiri tapi
Sedang
dengan cermin aku enggan berbagi.
Maret 1943
PERSETUJUAN
DENGAN BUNG KARNO
Ayo
! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji
Aku
sudah cukup lama dengan bicaramu
dipanggang
diatas apimu, digarami lautmu
Dari
mulai tgl. 17 Agustus 1945
Aku
melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku
sekarang api aku sekarang laut
Bung
Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat
Di
zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di
uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh
1948
PRAJURIT
JAGA MALAM
Waktu
jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda
yang lincah yang tua-tua keras,
bermata
tajam
Mimpinya
kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada
di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku
suka pada mereka yang berani hidup
Aku
suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam
yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu
jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !
1948
Siasat,
Th
III, No. 96
1949
RUMAHKU
Rumahku
dari unggun-unggun sajak
Kaca
jernih dari segala nampak
Kulari
dari gedung lebar halaman
Aku
tersesat tak dapat jalan
Kemah
kudirikan ketika senjakala
Dipagi
terbang entah kemana
Rumahku
dari unggun-unggun sajak
Disini
aku berbini dan beranak
Rasanya
lama lagi, tapi datangnya datang
Aku
tidak lagi meraih petang
Biar
berleleran kata manis madu
jika
menagih yang satu
April 1943
SAJAK
PUTIH
buat
tunanganku Mirat
Bersandar
pada tari warna pelangi
kau
depanku bertudung sutra senja
di
hitam matamu kembang mawar dan melati
harum
rambutmu mengalun bergelut senda
Sepi
menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak
muka air kolam jiwa
dan
dalam dadaku memerdu lagu
menarik
menari seluruh aku
hidup
dari hidupku, pintu terbuka
selama
matamu bagiku menengadah
selama
kau darah mengalir dari luka
antara
kita Mati datang tidak membelah...
Buat
Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan
kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah
aku terus, kucuplah
dan
semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku...
1944
Aku
berkaca
Ini
muka penuh luka
Siapa
punya ?
Kudengar
seru menderu
dalam
hatiku
Apa
hanya angin lalu ?
Lagu
lain pula
Menggelepar
tengah malam buta
Ah.......!!
Segala
menebal, segala mengental
Segala
tak kukenal .............!!
Selamat
tinggal ................!!
Dari:
Deru Campur Debu
SENJA
DI PELABUHAN KECIL
buat:
Sri Ajati
Ini
kali tidak ada yang mencari cinta
di
antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang
serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus
diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis
mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung
muram, desir hari lari berenang
menemu
bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan
kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada
lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir
semenanjung, masih pengap harap
sekali
tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari
pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap
1946
TJERITA
BUAT DIEN TAMAELA
Beta
Pattiradjawane
jang
didjaga datu datu
Tjuma
satu
Beta
Pattiradjawane
kikisan
laut
berdarah
laut
beta
pattiradjawane
ketika
lahir dibawakan
datu
dajung sampan
beta
pattiradjawane pendjaga hutan pala
beta
api dipantai,siapa mendekat
tiga
kali menjebut beta punja nama
dalam
sunyi malam ganggang menari
menurut
beta punya tifa
pohon
pala, badan perawan djadi
hidup
sampai pagi tiba
mari
menari !
mari
beria !
mari
berlupa !
awas
! djangan bikin bea marah
beta
bikin pala mati, gadis kaku
beta
kirim datu-datu !
beta
ada dimalam, ada disiang
irama
ganggang dan api membakar pulau .......
beta
pattiradjawane
jang
didjaga datu-datu
tjuma satu
YANG
TERAMPAS DAN YANG PUTUS
Kelam
dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir
juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam
tambah merasuk, rimba jadi semati tugu
Di
Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin
Aku
berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan
aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi
kini hanya tangan yang bergerak lantang
Tubuhku
diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku
1949
Cuma segini guys yang bisa gw dapatin,,sorry
0 komentar
Posting Komentar