Pengertian Jurnalistik
Pengertian istilah jurnalistik dapat ditinjau dari tiga sudut pandang: harfiyah, konseptual, dan praktis.
Secara harfiyah, jurnalistik (journalistic)
artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau
catatan, atau “jour” dalam bahasa
Prancis yang berarti “hari” (day).
Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “du jour”
yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran
tercetak.
Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang:
sebagai proses, teknik, dan ilmu.
1. Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah,
menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa.
Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
2. Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik
(berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan
seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan
penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa.
Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied
science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu
sendiri. Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi,
yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau
informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau
memberikan kejelasan.
Secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan informasi atau berita (news processing) dan
penyebarluasannya melalui media massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat
melihat adanya empat komponen dalam dunia jurnalistik: informasi, penyusunan
informasi, penyebarluasan informasi, dan media massa.
Informasi : News & Views
Informasi
adalah pesan, ide, laporan, keterangan, atau pemikiran. Dalam dunia
jurnalistik, informasi dimaksud adalah news
(berita) dan views (opini).
Berita
adalah laporan peristiwa yang bernilai jurnalistik atau memiliki nilai berita (news values) –aktual, faktual,
penting, dan menarik. Berita disebut juga “informasi terbaru”. Jenis-jenis
berita a.l. berita langsung (straight
news), berita opini (opinion news),
berita investigasi (investigative news),
dan sebagainya.
Views adalah
pandangan atau pendapat mengenai suatu masalah atau peristiwa. Jenis informasi
ini a.l. kolom, tajukrencana, artikel, surat pembaca, karikatur, pojok, dan
esai.
Ada juga
tulisan yang tidak termasuk berita juga tidak bisa disebut opini, yakni
feature, yang merupakan perpaduan antara news
dan views. Jenis feature yang paling
populer adalah feature tips (how to do it
feature), feature biografi, feature catatan perjalanan/petualangan,
dan feature human interest.
Penyusunan Informasi
Informasi
yang disajikan sebuah media massa tentu harus dibuat atau disusun dulu. Yang
bertugas menyusun informasi adalah bagian redaksi (Editorial
Department), yakni para wartawan, mulai dari Pemimpin Redaksi,
Redaktur Pelaksana, Redaktur Desk, Reporter, Fotografer, Koresponden, hingga
Kontributor.
Pemred hingga
Koresponden disebut wartawan. Menurut UU No. 40/1999, wartawan adalah “orang
yang melakukan aktivitas jurnalistik secara rutin”. Untuk menjadi wartawan,
seseorang harus memenuhi kualifikasi berikut ini:
1. Menguasai
teknik jurnalistik, yaitu skill
meliput dan menulis berita, feature, dan tulisan opini.
2. Menguasai bidang liputan (beat).
3. Menguasai dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Teknis
pembuatannya terangkum dalam konsep proses pembuatan berita (news processing), meliputi:
1. News
Planning = perencanaan berita. Dalam tahap ini redaksi melakukan Rapat
Proyeksi, yakni perencanaan tentang informasi yang akan disajikan. Acuannya
adalah visi, misi, rubrikasi, nilai berita, dan kode etik jurnalistik. Dalam
rapat inilah ditentukan jenis dan tema-tema tulisan/berita yang akan dibuat dan
dimuat, lalu dilakukan pembagian tugas di antara para wartawan.
2. News
Hunting = pengumpulan bahan berita. Setelah rapat proyeksi dan pembagian tugas,
para wartawan melakukan pengumpulan bahan berita, berupa fakta dan data,
melalui peliputan, penelusuran referensi atau pengumpulan data melalui
literatur, dan wawancara.
3. News
Writing = penulisan naskah. Setelah data terkumpul, dilakukan penulisan naskah.
4. News
Editing = penyuntingan naskah. Naskah yang sudah ditulis harus disunting dari
segi redaksional (bahasa) dan isi (substansi). Dalam tahap ini dilakukan
perbaikan kalimat, kata, sistematika penulisan, dan substansi naskah, termasuk
pembuatan judul yang menarik dan layak jual serta penyesuaian naskah dengan
space atau kolom yang tersedia.
Setelah
keempat proses tadi dilalui, sampailah pada proses berikutnya, yakni proses
pracetak berupa Desain Grafis, berupa
lay out (tata letak), artistik, pemberian ilustrasi atau foto, desain cover,
dll. Setelah itu langsung ke percetakan (printing
process).
Penyebarluasan Informasi
Yakni
penyebarluasan informasi yang sudah dikemas dalam bentuk media massa (cetak).
Ini tugas bagian marketing atau bagian usaha (Business
Department) –sirkulasi/distribusi, promosi, dan iklan. Bagian ini
harus menjual media tersebut dan mendapatkan iklan.
Media Massa
Media Massa
(Mass Media) adalah sarana
komunikasi massa (channel of mass communication).
Komunikasi massa sendiri artinya proses penyampaian pesan, gagasan, atau
informasi kepada orang banyak (publik) secara serentak.
Ciri-ciri
(karakteristik) medi massa adalah disebarluaskan kepada khalayak luas
(publisitas), pesan atau isinya bersifat umum (universalitas), tetap atau
berkala (periodisitas), berkesinambungan (kontinuitas), dan berisi hal-hal baru
(aktualitas).
Jenis-jenis
media massa adalah Media Massa Cetak (Printed
Media), Media Massa Elektronik (Electronic
Media), dan Media Online (Cybermedia). Yang termasuk media
elektronik adalah radio, televisi, dan film. Sedangkan media cetak –berdasarkan
formatnya— terdiri dari koran atau suratkabar, tabloid, newsletter, majalah,
buletin, dan buku. Media Online adalah website internet yang berisikan
informasi- aktual layaknya media massa cetak.
Produk Utama Jurnalistik: Berita
Aktivitas
atau proses jurnalistik utamanya menghasilkan berita, selain jenis tulisan lain
seperti artikel dan feature.
Berita
adalah laporan peristiwa yang baru terjadi atau kejadian aktual yang dilaporkan
di media massa.
Tahap-tahap
pembuatannya adalah sebagai berikut:
1.
Mengumpulkan fakta dan data peristiwa yang bernilai berita –aktual, faktual,
penting, dan menarik—dengan “mengisi” enam unsur berita 5W+1H (What/Apa yang
terjadi, Who/Siapa yang terlibat dalam kejadian itu, Where/Di mana kejadiannya,
When/Kapan terjadinya, Why/Kenapa hal itu terjadi, dan How/Bagaimana proses
kejadiannya)
2. Fakta dan
data yang sudah dihimpun dituliskan berdasarkan rumus 5W+1H dengan menggunakan Bahasa Jurnalistik
–spesifik= kalimatnya pendek-pendek, baku, dan sederhana; dan komunikatif =
jelas, langsung ke pokok masalah (straight to
the point), mudah dipahami orang awam.
3. Komposisi
naskah berita terdiri atas: Head
(Judul), Date Line (Baris
Tanggal), yaitu nama tempat berangsungnya peristiwa atau tempat berita dibuat,
plus nama media Anda, Lead
(Teras) atau paragraf pertama yang berisi bagian paling penting atau hal yang
paling menarik, dan Body (Isi) berupa
uraian penjelasan dari yang sudah tertuang di Lead.
Jurnalistik Radio
DEFINISIJurnalistik radio (radio
journalism, broadcast journalism) adalah proses produksi berita dan penyebarluasannya melalui media
radio siaran.
Jurnalistik
radio adalah “bercerita” (storytelling),
yakni menceritakan atau menuturkan sebuah peristiwa atau masalah, dengan gaya
percakapan (conversational).
KARAKTERISTIK
1. Auditif. untuk didengarkan, untuk telinga, untuk dibacakan atau
disuarakan.
2. Spoken Language. Menggunakan bahasa tutur atau kata-kata yang
biasa diucapkan dalam obrolan sehari-hari (spoken words).
Kata-kata yang dipilih mesti sama dengan kosakata pendengar biar langsung
dimengerti.
3. Sekilas. Tidak bisa diulang. Karenanya harus jelas, sederhana, dan
sekali ucap langsung dimengerti.
4. Global. Tidak detail, tidak rumit. Angka-angka dibulatkan,
fakta-fakta diringkaskan.
PRINSIP PENULISAN
1. ELF - Easy Listening Formula.
Susunan kalimat yang jika diucapkan enak didengar dan mudah dimengerti pada
pendengaran pertama.
2. KISS - Keep It Simple and Short.
Hemat kata, tidak mengumbar kata. Menggunakan kalimat-kalimat pendek dan tidak
rumit. Gunakan sesedikit mungkin kata sifat dan anak kalimat (adjectives).
3. WTYT - Write The Way You Talk.
Tuliskan sebagaimana diucapkan. Menulis untuk “disuarakan”, bukan untuk dibaca.
4. Satu Kalimat Satu Nafas. Upayakan tidak ada anak kalimat. Sedapat
mungkin tiap kalimat bisa disampaikan dalam satu nafas.
ELEMEN PEMBERITAAN
1. News Gathering – pengumpulan bahan berita atau peliputan. Teknik reportase:
wawancara, studi literatur, pengamatan langsung.
2. News Production – penyusunan naskah, penentuan “kutipan wawancara”
(sound bite), backsound, efek suara, dll.
3. News Presentation – penyajian berita.
4. News Order – urutan berita.
TEKNIS PENULISAN: PILIHAN KATA
1. Spoken Words. Pilih kata-kata yang biasa diucapkan sehari-hari (spoken words), e.g. jam empat
sore (16.00 WIB), 15-ribu rupiah (Rp 15.000), dll.
2. Sign-Posting. Sebutkan jabatan, gelar, atau keterangan sebelum
nama orang. Atribusi/predikat selalu mendahului nama, e.g. Ketua DPR –Agung
Laksono— mengatakan…
3. Stay away from quotes. Jangan gunakan kutipan langsung. Ubah
kalimat langsung menjadi kalimat tidak langsung, e.g. Ia mengatakan siap
memimpin demo (”Saya siap memimpin demo,” katanya).
4. Avoid abbreviation. Hindari singkatan atau akronim, tanpa
menjelaskan kepanjangannya lebih dulu, e.g. Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Islam Negeri –BEM UIN—Bandung menggelar… (Ketua BEM UIN Bandung
–Fulan—mengatakan…).
5. Subtle repetition. Ulangi secara halus fakta-fakta
penting seperti pelaku atau nama untuk memudahkan pendengar memahami dan
mengikuti alur cerita, e.g. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono mengatakan…
Menurut Presiden…. Kepala Negara juga menegaskan….
6.
Present Tense. Gunakan perspektif hari ini. Untuk unsur waktu gunakan
kata-kata “kemarin”, “hari ini”, “besok”, “lusa”, bukan nama-nama hari (Senin
s.d. Minggu). Mahasiswa UIN Bandung melakukan aksi demo hari ini… Besok mereka
akan melanjutkan aksi protesnya…
7.
Angka. Satu angka (1-9) ditulis pengucapannya. Angka 1 ditulis “satu” dst.
Lebih dari satu angka, ditulis angkanya. Angka 25 atau 345 jangan ditulis:
duapuluh lima, tigaratus empatpuluh lima. Angka ratusan, ribuan, jutaan, dan
milyaran, sebaiknya jangan gunakan nol, tapi ditulis: lima ratus, depalan ribu,
15-juta, 145-milyar.
8.
Mata uang. Ditulis pengucapannya di belakang angka, e.g. 600-ribu rupiah
(Rp 600.000), 500-ribu dolar Amerika Serikat (US$ 50.000)
TANDA BACA KHUSUS
1. Dash. tanda garis pisah (–) untuk sebelum nama atau kata penting
atau butuh penekanan.
2. Punctuation. Tanda Sengkang, yaitu
tanda-tanda pemenggalan (-) untuk memudahkan pengucapan singkatan kata yang
dieja. M-U-I, B-A-P, W-H-O, P-U-I, dsb
3. Garis Miring. Jika perlu, gunakan garis miring satu (/) sebagai
pengganti koma atau sebagai tanda jeda untuk ambil nafas, garis miring dua (//)
untuk ganti titik, dan garis miring tiga (///) untuk akhir naskah.
Contoh:
Menjelang
Pemilu 2009/ sedikitnya sudah 54 partai politik/ mendaftarkan diri ke
Departemen Hukum dan HAM// Mereka akan diverifikasi untuk ikut Pemilu. Menurut
pengamat politik –Arby Sanit/ banyaknya parpol itu menunjukkan animo elite
untuk berkuasa masih tinggi///
PRODUK JURNALISTIK RADIO
1. Copy – Berita pendek, durasi 15-20 detik. Biasanya berita penting,
harus cepat diberitakan, disampaikan di sela-sela siaran (breaking news) atau program
reguler insert berita (news insert)
tiap menit 00 tiap jam misalnya. Berupa Straight News.
2. Voicer – Laporan Reporter. Terdiri dari pengantar (cue) penyiar di
studio dan laporan reporter di tempat kejadian, termasuk sound bite dan/atau live interview.
3. Paket. Panjangnya 2-8 menit. Isinya paduan naskah berita, petikan
wawancara (soundbite).
4. Feature. Durasi 10-30 menit. Paduan antara berita, wawancara,
ulasan redaksi, musik pendukung, dan rekaman suasana (wildtracking). Membahas tema
tertentu yang mengandung unsur human
interest. Bisa pula berupa dokumenter (documentary).
5. Vox Pop. Singkatan dari vox populi (suara
rakyat). Berisi rekaman suara opini masyarakat awam tentang suatu masalah
atau peristiwa.
Cue:
Menjelang Pemilu 2009, sedikitnya sudah 54 partai politik mendaftarkan diri ke
Departemen Hukum dan HAM, guna diverifikasi sehingga bisa ikut Pemilu.
Bagaimana tanggapan masyarakat tentang banyaknya parpol tersebut, berikut ini
petikan wawancara kami dengan beberapa warga masyarakat:
Sound Bite :
1. “Bagus lah, biar banyak pilihan…” 2. “Saya sih mau golpu aja, gak ada partai
yang bagus sih menurut saya mah…” 3. “Saya akan setia pada parpol pilihan saya,
tidak akan kepengaruh oleh parpol baru, belum tentu lebih bagus ka…” dst.
NEWS PROGRAM
1.
Buletin
(Paket berita) – Berisi rangkaian berita-berita terkini (copy, straight news) –bidang
ekonomi, politik, sosial, olahraga, dan sebagainya; lokal, regional, nasional,
ataupun internasional. Durasi 30 menit atau lebih.Durasi bisa lebih
lama jika diselingi lagu dan “basa-basi” siaran seperti biasa.
2. News Insert – insert berita.Berisi info aktual berupa Straight News atau Voicer. Durasi 2-5 menit
bergantung panjang-pendek dan banyak-tidaknya berita yang disajikan. Biasanya
disajikan setiap jam tertentu. Bisa berupa breaking
news, disampaikan penyiar secara khusus di sela-sela siaran non-berita.
3. Majalah Udara — Berisi straight news, wawancara, dialog
interaktif, feature pendek, dokumenter, dan sebagainya.
4. Talkshow – Dialog interaktif atau wawancara langsung (live interview) di studio dengan
narasumber, atau melalui telepon
Penyiar: ‘Gak Cukup dengan Suara Bagus!
SUARA EMAS (Golden Voice)
adalah modal utama penyiar. Tapi ketahuilah, suara bagus saja tidak cukup untuk
menjadi penyiar pro. Suara bagus akan menjadi tidak bagus, gak enak didengar,
jika sang pemilik suara sering mengatakan “OK”, “yang pasti”, atau “pastinya”
secara berulang-ulang alias latah!
Kita juga
sering melihat atau mendengar seorang MC yang “mengobral” kata-kata “OK”. Entah
berapa ratus kata “OK” yang meluncur dari mulutnya selama ia berbicara.
Mengenai hal itu, kita simak apa yang pernah dikemukakan MC kawakan,
Krisbiantoro. Suatu ketika, ia berada di acara yang sama dengan MC muda usia,
20-an tahun. Krisbiantoro yang sudah dikenal pada awal 1970-an itu prihatin
karena MC muda itu meneriakkan kata “OK” sampai ratusan kali. Krisbiantoro lalu
menanyakan soal obral kata “OK” itu. “Saya bilang sama dia, ’Mbak-mbak, mbok ya
okay-nya dikurangi’.” Dengan jujur, pembawa acara muda itu mengaku. “Iya Oom,
kadang saya blank (kosong) dan
tak tahu harus ngomong apa,” kata Kris menirukan rekan mudanya (Baca ASM.
Romli, “Kiat Memandu Acara: Teknik MC
& Moderator”, Nuansa, Bandung, 2006).
Begitulah
“si oke” menjadi senjata ampuh untuk mengisi kekosongan seorang MC atau penyiar
radio. Dalam pendapat Krisbiantoro, rentetan kata “oke” itu muncul dari
kedangkalan wawasan dan ketidaksiapan sang presenter. Kedangkalan atau
keterbatasan wawasan itu pula yang kemudian melahirkan tabiat yang di mata
penonton/pendengar terasa aneh, lucu, dan memuakkan. “Untuk menghindari
kekosongan itu kita sering melihat sepasang pembawa acara teriak-teriak,
sedangkan yang lain tepuk tangan sendiri lalu tertawa sendiri,” kata
Krisbiantoro (Kompas, 21 November
2004). Ini soal nonteknis. Soal wawasan ini penting banget, tidak boleh
diabaikan. Kelancaran bicara bergantung pada wawasan penyiar. Penyiar yang
tidak punya wawasan atau pengetahuan yang banyak, siarannya akan “kering”, cuma
“say hello”, sering mengulang kata yang sama seperti kata “OK” tadi, dan
kirim-kirim salam doang, trus puter lagu. Ah, ’dak ada isinya!
Untuk
memiliki wawasan yang luas, penyiar harus rajin baca –baca koran tiap hari,
majalah, artikel, buku, juga sering nonton berita televisi dan acara lainnya.
Lebih baik lagi jika penyiar sering ikut hadir dalam acara diskusi, seminar,
dan semacamnya.
Penyiar bisa
menjadi andalan pendengar tentang banyak isu atau kejadian. Meraka, pendengar,
selalu menganggap penyiar itu pergaulan dan wawasannya luas, sehingga “banyak
tahu” dan “tahu banyak”. Penyiar harus in-touch
dengan apa yang sedang menjadi pusat perhatian masyarakat. Dengan kata lain,
kita harus “gaul” seperti mereka.
Lagi pula,
bisa jadi penyiar setiap hari berhadapan dengan naskah yang berbeda. Nah, dalam
menggunakan naskah itu sebagai bahan siaran, misalnya tips atau informasi
aktual (berita), penyiar harus paham betul isi naskah itu. Belum lagi kalau
harus siaran talkshow, bincang-bincang dengan narasumber. Tak jarang ’kan,
narasumber atau bintang tamu mengemukakan topik atau istilah yang “aneh-aneh”,
disangkanya penyiar akan selalu mengerti.
Dijamin,
kalo penyiar banyak baca, sehingga banyak tahu dan tahu banyak, siarannya akan
berkualitas, “bernas”, berisi, intelek, dan disukai pendengar. Siarannya tidak
cuma bermodal suara bagus, tapi juga wawasan yang luas.
Itulah
sebabnya, tidak sedikit radio mensyaratkan penyiarnya minimal D3, pernah
kuliah, jurusan apa saja, tidak mesti jurusan broadcast atau penyiaran. Orang
yang pernah kuliah diasumsikan “haus ilmu” dan “daya nalar”-nya terasah semasa
kuliah. Pengalaman akademis dan intelektualnya sangat menunjang dirinya dalam
siaran yang didengar banyak orang dengan berbagai tingkat kecerdasan dan
pengetahuan. Karena pada intinya, pendidikan formal itu dibutuhkan untuk
memperluas cakrawala pengetahuan.
Penyiar juga
terkadang berhadapan dengan situasi yang tak terduga. ‘Dalam sebuah siaran
interaktif, pendengar radio terkadang memberi pertanyaan di luar topik.
Tentu saja,
selain wawasan, penyiar juga harus menguasai teknik vokalisasi dan verbalisasi
yang baik, sense of humor, sense of music, pemahaman alat siaran, pemahaman dan
wawasan musik/lagu, dan sebagainya. Ok, selamat meluaskan wawasan… give your best announcing to your listeners! (BACA
JUGA: “Menjadi Penyiar Profesional” di Weblog ini).*
Kode Etik Jurnalistik: Etika Profesional Wartawan
WARTAWAN adalah sebuah profesi. Dengan kata lain,
wartawan adalah seorang profesional,
seperti halnya dokter, bidan, guru, atau pengacara. Sebuah pekerjaan bisa
disebut sebagai profesi jika memiliki empat hal berikut, sebagaimana
dikemukakan seorang sarjana India, Dr. Lakshamana Rao:
1. Harus terdapat kebebasan
dalam pekerjaan tadi.
2. Harus ada panggilan
dan keterikatan dengan pekerjaan itu.
3. Harus
ada keahlian (expertise).
4. Harus
ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan.
(Assegaf, 1987).
Menurut
saya, wartawan (Indonesia) sudah memenuhi keempat kriteria profesioal tersebut.
1. Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni
kebebasan mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU
No. 40/1999 tentang Pers menyebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak
asasi warga negara, bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran,
pembredelan, atau pelarangan penyiaran (Pasal 4 ayat 1 dan 2). Pihak yang
mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dipidana penjara maksimal dua tahun
atau dena maksimal Rp 500 juta (Pasal 18 ayat 1).
Meskipun
demikian, kebebasan di sini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma-norma
agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah (Pasal 5
ayat 1).
Memang,
sebagai tambahan, pada prakteknya, kebebasan pers sebagaimana dipelopori para
penggagas Libertarian Press
pada akhirnya lebih banyak dinikmati oleh pemilik modal atau owner media massa. Akibatnya,
para jurnalis dan penulisnya harus tunduk pada kepentingan pemilik atau
setidaknya pada visi, misi, dan rubrikasi media tersebut. Sebuah koran di
Bandung bahkan sering “mengebiri” kreativitas wartawannya sendiri selain mem-black list sejumlah penulis yang
tidak disukainya.
2. Jam
kerja wartawan adalah 24 jam sehari karena peristiwa yang harus diliputnya
sering tidak terduga dan bisa terjadi kapan saja. Sebagai seorang profesional,
wartawan harus terjun ke lapangan meliputnya. Itulah panggilan dan keterikatan dengan
pekerjaan sebagai wartawan. Bahkan, wartawan kadang-kadang harus bekerja dalam
keadaan bahaya. Mereka ingin –dan harus begitu– menjadi orang pertama dalam
mendapatkan berita dan mengenali para pemimpin dan orang-orang ternama.
3. Wartawan
memiliki keahlian tertentu, yakni keahlian mencari, meliput, dan menulis
berita, termasuk keahlian dalam berbahasa tulisan dan Bahasa Jurnalistik.
4. Wartawan
memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik (Pasal 7 ayat (2) UU No. 40/1999
tentang Pers). Dalam penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan Kode Etik
Jurnalistik adalah Kode Etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan
oleh Dewan Pers.
Kode Etik
Jurnalistik (KEJ) pertama kali dikeluarkan dikeluarkan PWI (Persatuan Wartawan
Indonesia). KEJ itu antara lain menetapkan.
1. Berita diperoleh dengan cara yang jujur.
2. Meneliti
kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum menyiarkan (check and recheck).
3. Sebisanya
membedakan antara kejadian (fact)
dan pendapat (opinion).
4. Menghargai
dan melindungi kedudukan sumber berita yang tidak mau disebut namanya. Dalam
hal ini, seorang wartawan tidak boleh memberi tahu di mana ia mendapat
beritanya jika orang yang memberikannya memintanya untuk merahasiakannya.
5. Tidak memberitakan keterangan yang diberikan secara off the record (for your eyes only).
6. Dengan
jujur menyebut sumbernya dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu
suratkabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi.
Ketika
Indonesia memasuki era reformasi dengan berakhirnya rezim Orde Baru, organisasi
wartawan yang tadinya “tunggal”, yakni hanya PWI, menjadi banyak. Maka, KEJ pun
hanya “berlaku” bagi wartawan yang menjadi anggota PWI. Namun demikian,
organisasi wartawan yang muncul selain PWI pun memandang penting adanya Kode
Etik Wartawan. Pada 6 Agustus 1999, sebanyak 24 dari 26 organisasi wartawan
berkumpul di Bandung dan menandatangani Kode Etik Wartawan Indonesia
(KEWI). Sebagian besar isinya mirip dengan KEJ PWI. KEWI berintikan tujuh
hal sebagai berikut:
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh
informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh tatacara yang etis untuk memperoleh
dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak
mencampurkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran
informasi serta tidak melakukan plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta,
fitnah, sadis, cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan
susila.
5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan
profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan
embargo, informasi latar belakang, dan off the
record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam
pemberitaan serta melayani Hak Jawab.
KEWI kemudian ditetapkan sebagai
Kode Etik yang berlaku bagi seluruh wartawan Indonesia. Penetapan dilakukan
Dewan Pers sebagaimana diamanatkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers melalui SK
Dewan Pers No. 1/SK-DP/2000 tanggal 20 Juni 2000.
Penetapan
Kode Etik itu guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak
masyarakat. Kode Etik harus menjadi landasan moral atau etika profesi yang bisa
menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas
wartawan. Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik tersebut
sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang
dibentuk untuk itu.
KEWI harus
mendapat perhatian penuh dari semua wartawan. Hal itu jika memang benar-benar
ingin menegakkan citra dan posisi wartawan sebagai “kaum profesional”. Paling
tidak, KEWI itu diawasi secara internal oleh pemilik atau manajemen redaksi
masing-masing media massa.*
BEGETOEH,,,
0 komentar
Posting Komentar