EPISTEMOLOGI ISLAM
Pengertian
Bahasa Yunani
Efisteme: kerangka berfikir Logos: ilmu
Definisi: disiplin yang menempatkan ilmu sebagai obyek kajiannya.
Tujuan: dengan intelektual dan fikrah yang memadai, kita mampu menjelaskan prinsip-prinsip dan persep-persep ajaran Islam secara konseptual,benar dan bahkan superior dibanding ajaran-ajaran lainnya.
Akal Dlm Perspektif al Qur’an
Akal tidak berdiri sendiri, tetapi inhern dalam jati diri manusia.
Akal adalah karunia khusus untuk manusia yg membedakan dg makhluk lain.
Akal pada hakekatnya memihak pada nilai-nilai tauhid, kebenaran, keadilan.
“Orang berakal” yg tdk memihak pada nilai tauhid berarti “tercemar” akalnya.
Obyek Pemikiran
Dengan akal manusia mempersepsi realitas (wujud-wujud) yg ada menjadi sebuah persepsi.
Jika informasi tentang wujud yg sampai pada akal itu salah, maka persepsi yang dibangunnyajuga tidak akan sampai pada kebenaran, begitu pula sebaliknya.
Pertimbangan dan keputusan akal lebih dekat pada “kenyataan” daripada “kebenaran”.
Yang tidak mampu dicerna indra dan pikiran spt surga, neraka, wujud immaterial dsb, dianggap kabur bahkan dinafikan akhirnya diingkari.
Otoritas al-Qur’an
Akal tdk dapat dengan sendirinya memberi gambaran terhadap sesuatu yg “dianggap tdk
ada”, apalagi mengkonstitusikannya.
Akal yg tdk terbimbing wahyu, sama dg org yg berjalan dalam kegelapan.
QS. Al-Maidah:16
Akal sangat tergantung pada wahyu utk memahami iman, hakekat kehidupan.
Perspektif Pemikiran dan Keilmuan
Akal mengevaluasi kenyataan-kenyataan (ayat-ayat qauniyah), wahyu (ayat-ayat qauliyah) dan pengalaman-pengalaman kenabian dg jalan mengkonfrontir antara input-input itu secara timbal balik.
Contoh: ayat kematian, Romawi setelah kalah akan menang.
Akal tdk boleh memaksakan diri utk menguji al Qur’an, tetapi harus menyerahkan diri utk diuji al Qur’an.
Akal yg berada dlm otoritas wahyu mampu mengungkap misteri di balik dunia (transendensi)
KERANGKA TEORI
Tdk semua perspektif pemikiran ttg wujud bisa menjadi kerangka dasar keilmuan, bahkan hanya sekedar data-data informasi
Bangsa Indonesia nyaris tdk pernah melahirkan suatu ilmu yg paradigmatic, karena pola kepemikiran rata-rata hanya sebatas akademis.
Hanya mengulang pernyataan yg telah ada, karya penuh dengan kutipan-kutipan.
Lahirnya ilmu berasal dari suatu persepsi
Agar persepsi menjadi landasan keilmuan, harus dikembangkan sebagai kerangka teori.
Teori keilmuan adalah kerangka berfikir utk memahami, disebut tesa.
Jika tesa menghadapi masalah, muncul teori baru (antitesa) kemudian secara dialektika akan melahirkan sintesa.
Org Barat membangun kerangka keilmuan dg indra dan pikiran sbg verifikasi tunggal. Sama dg Arab Jahiliyah yg tdk percaya dg akhirat.
Indra dan pikiran tidak cukup mampu untuk memberikan verifikasi tentang kehidupan sesudah mati.
Perlu reorientasi pola persepsi dan teori yg terbebas dari superioritas sains material.
Untuk mencapai kerangka teori tsb diperlukan 2 hal penting:
-Hierarki pemikiran
-Derajat keilmuan
Hierarki Pemikiran
Pertama: Berfikir abstraktif, yaitu pola berfikir yang berkembang karena tema-tema ideal, eksistensi dan tema-tema masa depan yang dikemukakan al-Qur’an.
Hanya bisa dicapai oleh org yg hanif, memiliki kesucian hati dan terhindar dari kepentingan duniawi spt para nabi, ulama dan ideolog robbani.
Fungsi: mengkonstruksikan (m’hadirkan) ide-ide, konsep-konsep, istilah-istilah ke dalam “gambaran pengertian” secara ilmiah
Kedua: Berfikir reflektif, yaitu pola berfikir yang bekerja atas dasar prinsip-prinsip umum yg telah dibangun pola berfikir abstraktif. (QS.24:1-26)
Dimiliki org yg matang dalam perenungan (kontempelasi) dan menguasai prinsip-prinsip ajaran yg dianutnya.
Rumusan pemikirannya asli dan tdk bergantung pada referensi pemikiran yg telah ada.
Progresiv menemukan prinsip-prinsip umum utk memecahkan masalah sosial dan ilmu pengetahuan.
Ketiga: Berfikir kritis evaluatif, yaitu pola berfikir yang bekerja atas dasar kehanifan dan bersikap konfrontatif terhadap pemikiran dan nilai-nilai sosial yg telah ada.
Mereka memandang bhw realitas yg ada harus diubah, sering mengeritik konsep-konsep yg konvensional.
Pemikirannya merupakan cetusan-cetusan antitesis shg mendapat benturan-benturan dari masyarakat
Kehadirannya merupakan ancaman t’hadap nilai dan tradisi masyarakat konvensional.
Keempat: Berfikir akademik, yaitu pola berfikir yang bekerja atas dasar referensi-referensi & metodologi keilmuan yg telah ada.
Pola berfikir ini tdk mampu secara intelektual mempersoalkan apakah suatu disiplin ilmu itu telah benar atau salah.
Sangat mewarnai civitas akademika di PT.
Cenderung memisahkan antara ilmu & hidup.
Kelima: Berfikir teknik, yaitu pola berfikir atas dasar stimulus respons (dorongan utk merespon), misalnya nuansa alam di sekitarnya.Cth: hujan---Tanam.
Mereka hidup di atas tradisi yg ada (masyarakat tradisional)
That’s it what i know about epistimologi,,